Rabu, 01 Agustus 2012

Peranan Masjid Tawangsari Terhadap Perkembangan Islam di Kabupaten Tulungagung




Masjid Tawangsari, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung sangat dikenal oleh masyarakat Tulungagung dan sekitamya. Masjid ini peninggalan Kiyai Abu Mansur dari Mataram, salah satu ulama besar di zamannya. Bagaimana peranan masjid Tawangsari terhadap perkembangan Islam di Kabupaten Tulungagung? Berikut laporan wartawan Mataram Timur, Hariyanto.
Masjid Tawangsari sampai sekarang masih berdiri kokoh dan terawat. Masjid ini salah satu peninggalan bersejarah tentang berkembangnya agama Islam di Tulungagung. Masjid ini didrrikan oleh Kyai Abu Mansur dari Mataram sekitar abad XVI M. Masjid ini termasuk masjid tertua di Kabupaten Tulungagung. Karena perdikan Tawangsari sejak awal ditujukan untuk pesanren dan penyebaran agama Islam.

Menurut KH Drs. R. Qomaruzaman, penerus Masjid Tawangsari, keberadaan masjid Tawangsari ini baik sejak zaman Abu Mansur I hingga sekarang mempunyai peranan penting dalam mendalami dan mengembangkan ajaran Is¬lam Pendalaman ajaran Is¬lam ini tidak sekedar acara-acara ritual, tetapi juga meliputi berbagai aktivitas ibadah, sholat, nganji, serta berbagai acara ritual dan bahkan perayaan Hari besar Islam juga seringkali diselenggarakan di dalam dan disekitar masjid Tawangsari.

Qomaruzaman menjelaskan salah satu acara masjid yang hingga sekarang ini masih dilestarikan oleh ketunman Abu Mansur adalah tadarusan yang dilakukan pada Jum'at pagi maupun saat bulan

Ramadhan ini. Disekitar masjid terdapat madrasah dan Pondok Pesantren. Sekolah di madrasah masuksianghari sete1ah bergantian dengan Sekolah Dasar Negeri. Sedangkan para santri yang mengaji masuk sore hari, karena sebagian besar para pelajar disekitar masjid Tawangsari. " Siswa madrasah masih memakai gedung SD Negeri, makanya belajar setelah pulang sekolah SD," kata Qomarudin pensiunan guru Mts Negeri Tulungagung ketika ditemui wartawan Mataram setelah sholat Jum'at di masjid tersebut.

Sementara Tokoh Supranatural Abah Edi Pumomo ketika ditemui di rumahnya dusun Pelem RT. 01 RW. 05 desa Serut kecamatan Boyolangu Tulungagung menjelaskan nama kecil Kyai Abu Mansur adalah Qosim Menurutnya setelah selesai mondok, Qosim kemudian diambil menantu oleh Kyai Ageng Basyariah dan dinikahkan puterinya yang bernama Fatimah atau lebih dikenal dengan Lidah Hitam (Nyai Tawangsari). Dari perkawinannya ini kemudian Qosim bertempat tinggal di Tawangsari dan bergelar Abu Mansur. Siapa sebenarnya Raden Ayu Puteri Alap-Alap yang dimakamkan di Tawangsari?
Di salah satu komplek makam keluarga ada sebuah makam yang nisannya tertera tulisan:
"PASAREAN BANDARA RAHADEN HAYU HAGENG EYANG KANJENG SAMPEYAN TULUNGAGUNG INGKANG SAPISAN"

Tulisan tersebut ditulis oleh Abu Mansur ke II. Oleh karena itu ada kemungkinan bahwa yang sebenarnya datang ke Tawangsari pertama kali sebenarnya bukan Abu Mansur atau Qosim beserta isterinya Nyai Lidah Hitam, melainkan Abdillah Putera Bagus Harun yang ke VII dan beliau beristeri Raden Ajeng Sulastri bergelar Raden Ayu Alap Alap. Konon Raden Ayu Alap Alap adalah Puteri Raja Mataram.

Abah Edi Pumomo yang juga ketunman Mataram menambahkan desa Tawangsari berasal dari kata "Tawang dan Nagasari". Sebelum Tawangsari dibuka sebagai tempat tinggal dan masjid Kyai Abu Mansur menemukan sebuah pohon besar yang disebut dengan pohon Tawang danberada (dilingkupi oleh pohon Nagasari). Akhirnya setelah pohon Tawang dan pohon Nagasari dapat ditebang maka jadilah desa yang dinamakan Tawangsari. Sedangkan pohon tawang yang telah ditebang dibagi menjadi enam potongan untuk dijadikan bedug. Keenam potongan tersebut kemudian dibagi-bagikan kepada beberapa masjid yaitu : Masjid Tawangsari, masjid Winong, masjid Majan, masjid Agung Tulungagung, masjid Jemekan Botoran, dan masjid Sumber Bedug Ngadiluweh. Karena jasa-jasa Kyai Abu Mansur dalam mengembangkan agama Islam, akhimya desa Tawangsari mendapat perdikan dari Mataram

Akhir kehidupan Kyai Abu Mansur diakhiri dengari kepergian beliau ke, Mekkah. Menurut sebagian pendapat mengatakan, karena beliau pergi haji ini kemudian ada yang memperkirakan beliau wafat disana. Akan tetapi sebelum beliau meninggalkan Tawangsari beliau berpesan kepada anak-cucunya dalam empat hal, yaitu:
·         SING PODO GUYUB RUKUN (agar semua selalu rukun)
·         TUTUKNO LAKUKU, NGAMALNA/ROUSAN LATHIFAH (teruskan perjuanganku, amalkan dengan lemah lembut)
·         YEN MAGERSARI YO NGOPENI MASJID (kalau magersari/ikut menetap di Tawangsari hendaknya ikut memelihara masjid)
·         SING PODO IMAN LAN TAQWA (hendaknya selalu beriman dan bertaqwa)


mataram-timur.com
Other News
·         Sejarah Desa Ngubalan