Memang harus kita akui ada
diantara (oknum) generasi muda saat ini yang mudah emosi dan lebih mengutamakan
otot dari pada akal pikiran. Kita lihat saja, tawuran bukan lagi milik pelajar
SMP dan SLTA tapi sudah merambah dunia kampus (masih ingat kematian seorang
mahasiswa di Universitas Jambi, awal tahun 2002 akibat perkelahian didalam
kampus). Atau kita jarang (atau belum pernah) melihat demonstrasi yang santun
dan tidak menggangu orang lain baik kata-kata yang diucapkan dan prilaku yang
ditampilkan. Kita juga kadang-kadang jadi ragu apakah demonstrasi yang
dilakukan mahasiswa murni untuk kepentingan rakyat atau pesanan sang pejabat.
Selain itu, berita-berita
mengenai tindakan pencurian kendaraan baik roda dua maupun empat, penguna
narkoba atau bahkan pengedar, pemerasan dan perampokan yang hampir setiap hari
mewarnai tiap lini kehidupan di negara kita tercinta ini banyak dilakukan oleh
oknum golongan terpelajar. Semua ini jadi tanda tanya besar kenapa hal tersebut
terjadi?. Apakah dunia Pendidikan (dari SD sampai PT) kita sudah tidak lagi
mengajarkan tata susila dan prinsip saling sayang - menyayangi kepada siswa
atau mahasiswanya atau kurikulum pendidikan tinggi sudah melupakan prinsip
kerukunan antar sesama? Atau inikah hasil dari sistim pendidikan kita selama
ini ? atau Inikah akibat perilaku para pejabat kita?
Dilain pihak, tindakan korupsi,
kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini morat-marit dengan segala
permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik, ekonomi, sosial budaya
serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang yang mempunyai latar
belakang pendidikan tinggi baik dalam negri maupun luar negri. Dan parahnya,
era reformasi bukannya berkurang tapi malah tambah jadi. Sehingga kapan krisis
multidimensi inI akan berakhir belum ada tanda-tandanya.
PERLU PENDIDIKAN YANG BERMORAL
Kita dan saya sebagai Generasi Muda sangat perihatin dengan keadaan
generasi penerus atau calon generasi penerus Bangsa Indonesai saat ini, yang
tinggal, hidup dan dibesarkan di dalam bumi republik ini. Untuk menyiapkan
generasi penerus yang bermoral, beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu dilakukan hal-hal yang memungkin hal itu
terjadi walaupun memakan waktu lama.
Pertama, melalui pendidikan
nasional yang bermoral (saya tidak ingin mengatakan bahwa pendidikan kita saat
ini tidak bermoral, namun kenyataanya demikian di masyarakat). Lalu apa
hubungannya Pendidikan Nasional dan Nasib Generasi Penerus? Hubungannya sangat
erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah alat untuk menyiapkan sumber daya
manusia yang bermoral dan berkualitas unggul. Dan sumber daya manusia tersebut
merupakan refleksi nyata dari apa yang telah pendidikan sumbangankan untuk
kemajuan atau kemunduran suatu bangsa. Apa yang telah terjadi pada Bangsa
Indonesia saat ini adalah sebagai sumbangan pendidikan nasional kita selama
ini.
Pendidikan nasional selama ini
telah mengeyampingkan banyak hal. Seharusnya pendidikan nasional kita mampu
menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral, mandiri, matang dan
dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, tahu
malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau
kelompok.Tapi kenyataanya bisa kita lihat saat ini. Pejabat yang melakukan
korupsi, kolusi dan nepotisme baik di legislative, ekskutif dan yudikatif
semuanya orang-orang yang berpendidikan bahkan tidak tanggung-tanggung, mereka
bergelar dari S1 sampai Prof. Dr. Contoh lainnya, dalam bidang politik lebih
parah lagi, ada partai kembar , anggota dewan terlibat narkoba, bertengkar
ketika sidang, gontok-gontokan dalam tubuh partai karena memperebutkan posisi
tertentu (Bagaimana mau memperjuangkan aspirasi rakyat kalau dalam diri partai
saja belum kompak).
Dan masih ingatkah ketika
terjadi jual beli kata-kata umpatan ("bangsat") dalam sidang kasus
Bulog yang dilakukan oleh orang-orang yang mengerti hukum dan berpendidikan
tinggi. Apakah orang-orang seperti ini yang kita andalkan untuk membawa bangsa
ini kedepan? Apakah mereka tidak sadar tindak-tanduk mereka akan ditiru oleh
generasi muda saat ini dimasa yang akan datang? Dalam dunia pendidikan sendiri
terjadi penyimpangan-penyimpang yang sangat parah seperti penjualan gelar
akademik dari S1 sampai S3 bahkan professor (dan anehnya pelakunya adalah orang
yang mengerti tentang pendidikan), kelas jauh, guru/dosen yang curang dengan
sering datang terlambat untuk mengajar, mengubah nilai supaya bisa masuk
sekolah favorit, menjiplak skripsi atau tesis, nyuap untuk jadi pegawai negeri
atau nyuap untuk naik pangkat sehingga ada kenaikan pangkat ala Naga Bonar.
Di pendidikan tingkat menengah
sampai dasar, sama parahnya, setiap awal tahun ajaran baru. Para orang tua
murid sibuk mengurusi NEM anaknya (untungsnya, NEM sudah tidak dipakai lagi,
entah apalagi cara mereka), kalau perlu didongkrak supaya bisa masuk
sekolah-sekolah favorit. Kalaupun NEM anaknya rendah, cara yang paling praktis
adalah mencari lobby untuk memasukan anaknya ke sekolah yang diinginkan, kalau
perlu nyuap. Perilaku para orang tua seperti ini (khususnya kalangan berduit)
secara tidak langsung sudah mengajari anak-anak mereka bagaimana melakukan
kecurangan dan penipuan. (makanya tidak aneh sekarang ini banyak oknum pejabat
jadi penipu dan pembohong rakyat). Dan banyak lagi yang tidak perlu saya
sebutkan satu per satu dalam tulisan ini.
Kembali ke pendidikan nasional
yang bermoral (yang saya maksud adalah pendidikan yang bisa mencetak generasi
muda dari SD sampai PT yang bermoral. Dimana proses pendidikan harus bisa
membawa peserta didik kearah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab,
tahu malu, tidak plin-plan, jujur, santun, berahklak mulia, berbudi pekerti
luhur sehingga mereka tidak lagi bergantung kepada keluarga, masyarakat atau
bangsa setelah menyelesaikan pendidikannya.Tetapi sebaliknya, mereka bisa
membangun bangsa ini dengan kekayaan yang kita miliki dan dihargai didunia
internasional. Kalau perlu bangsa ini tidak lagi mengandalkan utang untuk
pembangunan. Sehingga negara lain tidak seenaknya mendikte Bangsa ini dalam
berbagai bidang kehidupan.
Dengan kata lain, proses
transformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik harus dilakukan dengan gaya
dan cara yang bermoral pula. Dimana ketika berlangsung proses tranformasi ilmu
pengetahuan di SD sampai PT sang pendidik harus memiliki moralitas yang bisa
dijadikan panutan oleh peserta didik. Seorang pendidik harus jujur, bertakwa,
berahklak mulia, tidak curang, tidak memaksakan kehendak, berperilaku santun,
displin, tidak arogan, ada rasa malu, tidak plin plan, berlaku adil dan ramah
di dalam kelas, keluarga dan masyarakat. Kalau pendidik mulai dari guru SD
sampai PT memiliki sifat-sifat seperti diatas. Negara kita belum tentu
morat-marit seperti ini.
Kedua, Perubahan dalam
pendidikan nasional jangan hanya terpaku pada perubahan kurikulum, peningkatan
anggaran pendidikan, perbaikan fasilitas. Misalkan kurikulum sudah dirubah,
anggaran pendidikan sudah ditingkatkan dan fasilitas sudah dilengkapi dan gaji
guru/dosen sudah dinaikkan, Namun kalau pendidik (guru atau dosen) dan birokrat
pendidikan serta para pembuat kebijakan belum memiliki sifat-sifat seperti
diatas, rasanya perubahan-perubahan tersebut akan sia-sia. Implementasi di
lapangan akan jauh dari yang diharapkan Dan akibat yang ditimbulkan oleh proses
pendidikan pada generasi muda akan sama seperti sekarang ini. Dalam hal ini
saya tidak berpretensi menyudutkan guru atau dosen dan birokrat pendidikan
serta pembuat kebijakan sebagai penyebab terpuruknya proses pendidikan di
Indonesia saat ini. Tapi adanya oknum yang berperilaku menyimpang dan tidak
bermoral harus segera mengubah diri sedini mungkin kalau menginginkan generasi
seperti diatas.
Selain itu, anggaran pendidikan
yang tinggi belum tentu akan mengubah dengan cepat kondisi pendidikan kita saat
ini. Malah anggaran yang tinggi akan menimbulkan KKN yang lebih lagi jika tidak
ada kontrol yang ketat dan moralitas yang tinggi dari penguna anggaran
tersebut. Dengan anggaran sekitar 6% saja KKN sudah merajalela, apalagi 20-25%.
Ketiga, Berlaku adil dan
Hilangkan perbedaan. Ketika saya masih di SD dulu, ada beberapa guru saya
sangat sering memanggil teman saya maju kedepan untuk mencatat dipapan tulis
atau menjawab pertanyaan karena dia pintar dan anak orang kaya. Hal ini juga
berlanjut sampai saya kuliah di perguruan tinggi. Yang saya rasakan adalah
sedih, rendah diri, iri dan putus asa sehingga timbul pertanyaan mengapa sang
guru tidak memangil saya atau yang lain. Apakah hanya yang pintar atau anak
orang kaya saja yang pantas mendapat perlakuan seperti itu.? Apakah pendidikan
hanya untuk orang yang pintar dan kaya? Dan mengapa saya tidak jadi orang
pintar dan kaya seperti teman saya? Bisakah saya jadi orang pintar dengan cara
yang demikian?
Dengan contoh yang saya rasakan
ini (dan banyak contoh lain yang sebenarnya ingin saya ungkapkan), saya ingin
memberikan gambaran bahwa pendidikan nasional kita telah berlaku tidak adil dan
membuat perbedaan diantara peserta didik. Sehingga generasi muda kita secara
tidak langsung sudah diajari bagaimana berlaku tidak adil dan membuat perbedaan.
Jadi, pembukaan kelas unggulan atau kelas akselerasi hanya akan membuat
kesenjangan sosial diantara peserta didik, orang tua dan masyarakat. Yang masuk
di kelas unggulan belum tentu memang unggul, tetapi ada juga yang
diunggul-unggulkan karena KKN. Yang tidak masuk kelas unggulan belum tentu
karena tidak unggul otaknya tapi karena dananya tidak unggul. Begitu juga kelas
akselerasi, yang sibuk bukan peserta didik, tapi para orang tua mereka mencari
jalan bagaimana supaya anaknya bisa masuk kelas tersebut.
Kalau mau membuat perbedaan,
buatlah perbedaan yang bisa menumbuhkan peserta didik yang mandiri, bermoral.
dewasa dan bertanggungjawab. Jangan hanya mengadopsi sistem bangsa lain yang
belum tentu cocok dengan karakter bangsa kita. Karena itu, pembukaan kelas
unggulan dan akselerasi perlu ditinjau kembali kalau perlu hilangkan saja.
Contoh lain lagi , seorang
dosen marah-marah karena beberapa mahasiswa tidak membawa kamus. Padahal Dia
sendiri tidak pernah membawa kamus ke kelas. Dan seorang siswa yang pernah
belajar dengan saya datang dengan menangis memberitahu bahwa nilai Bahasa
Inggrisnya 6 yang seharusnya 9. Karena dia sering protes pada guru ketika
belajar dan tidak ikut les dirumah guru tersebut. Inikan! contoh paling
sederhana bahwa pendidikan nasional kita belum mengajarkan bagaimana berlaku
adil dan menghilangkan Perbedaan.
PEJABAT HARUS SEGERA BERBENAH
DIRI DAN MENGUBAH PERILAKU
Kalau kita menginginkan generasi penerus yang bermoral, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Maka semua pejabat yang memegang jabatan baik legislative, ekskutif maupun yudikatif harus berbenah diri dan memberi contoh dulu bagaimana jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok kepada generasi muda mulai saat ini.
Kalau kita menginginkan generasi penerus yang bermoral, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Maka semua pejabat yang memegang jabatan baik legislative, ekskutif maupun yudikatif harus berbenah diri dan memberi contoh dulu bagaimana jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok kepada generasi muda mulai saat ini.
Karena mereka semua adalah
orang-orang yang berpendidikan dan tidak sedikit pejabat yang bergelar Prof.
Dr. (bukan gelar yang dibeli obral). Mereka harus membuktikan bahwa mereka
adalah hasil dari sistim pendidikan nasional selama ini. Jadi kalau mereka
terbukti salah melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, jangan cari alasan
untuk menghindar. Tunjukan bahwa mereka orang yang berpendidikan , bermoral dan
taat hukum. Jangan bohong dan curang. Apabila tetap mereka lakukan, sama saja
secara tidak langsung mereka (pejabat) sudah memberikan contoh kepada generasi
penerus bahwa pendidikan tinggi bukan jaminan orang untuk jujur, berakhlak
mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak
arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Jadi
jangan salahkan jika generasi mudah saat ini meniru apa yang mereka (pejabat)
telah lakukan . Karena mereka telah merasakan, melihat dan mengalami yang telah
pejabat lakukan terhadap bangsa ini.
Selanjutnya, semua pejabat di
negara ini mulai saat ini harus bertanggungjawab dan konsisten dengan ucapannya
kepada rakyat. Karena rakyat menaruh kepercayaan terhadap mereka mau dibawah
kemana negara ini kedepan. Namun perilaku pejabat kita, lain dulu lain
sekarang. Sebelum diangkat jadi pejabat mereka umbar janji kepada rakyat, nanti
begini, nanti begitu. Pokoknya semuanya mendukung kepentingan rakyat. Dan
setelah diangkat, lain lagi perbuatannya. Contoh sederhana, kita sering melihat
di TV ruangan rapat anggota DPR (DPRD) banyak yang kosong atau ada yang
tidur-tiduran. Sedih juga melihatnya. Padahal mereka sudah digaji, bagaimana
mau memperjuangkan kepentingan rakyat. Kalau ke kantor hanya untuk tidur atau
tidak datang sama sekali. Atau ada pengumuman di Koran, radio atau TV tidak ada
kenaikan BBM, TDL atau tariff air minum. Tapi beberapa minggu atau bulan
berikutnya, tiba-tiba naik dengan alasan tertentu. Jadi jangan salahkan
mahasiswa atau rakyat demonstrasi dengan mengeluarkan kata-kata atau perilaku
yang kurang etis terhadap pejabat. Karena pejabat itu sendiri tidak konsisten.
Padahal pejabat tersebut seorang yang bergelar S2 atau bahkan Prof. Dr. Inikah
orang-orang yang dihasilkan oleh pendidikan nasional kita selama ini?
Harapan
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.
Tapi para pemimpin bangsa ini
tidak melakukannya. Maka harapan tinggal harapan saja. Karena itu, mulai
sekarang, semua pejabat mulai dari level tertinggi hingga terendah di
legislative, eksekutif dan yudikatif harus segera menghentikan segala bentuk
petualangan mereka yang hanya ingin mengejar kepentingan pribadi atau kelompok
sesaat dengan mengorbankan kepentingan negara. Sehingga generasi muda Indonesia
memiliki panutan-panutan yang bisa diandalkan untuk membangun bangsa ini
kedepan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar